Minggu, 21 Februari 2016

Candy Crush (prolog)

"Aku menyukaimu, Arin.." Ucap Rai diujung telpon. Seperti tersambar petir ditengah hari, seperti terguyur hujan ditengah terik mentari, seperti tenggelam dilautan permen manis, aku tidak bisa mendeskribsikan perasaanku saat itu. Jantungku bergemuruh, berdebar-debar dengan sangat cepat dan kencang. Mataku terbelalak tanpa kusadari. Senyuman manis terlukis Indah di wajahki. Rai, sosok laki-laki idamanku sejak aku masih duduk dibangku SMP, menyatakan perasaan suka kepadaku? Aku baru saja akan membuka mulutku Dan berteriak kegirangan, jika saja Rai tidak lagi berbicara..
"Tapi hanya sekedar itu." Ucap Rai, yang sukses membuatku menautkan kedua alisku, memikirkan maksud perkataan Rai.
"Aku suka kamu.. Hanya suka.. Bukan cinta." Jelas Rai, tanpa diminta. Kekecewaan seketika menghampiri mimpi indahku. Aku mulai mengerti maksud Rai.
"Rai.." Ucapnya lemah. Tapi hanya sampai disitu. Seakan tidak memgizinkanku untuk bicara, Rai memilih melanjutkan kata-katanya.
"Aku hanya ingin mengatakan itu. Biarpun aku menyukaimu, aku tidak ingin membuat hubungan denganmu. Rin, kita sama-sama tau pacaran itu tidak diizinkan oleh agama kita. Aku hanya ingin menjaga, baik kamu, maupun aku. Ibarat roti, kamu itu bagaikan roti yang ada di toko roti yang mahal. Kamu tertutup dan tidak bisa sembarangan orang menyentuhmu. Aku harap kamu bisa seperti itu. Aku harap kamu bisa mengerti." Ucapan Rai Kali ini cukup membuat hatiku mencelos. Perlahan, Aku menghembuskan nafas dengan berat Dan panjang. Perlahan, karna aku tidak mau Rai mendengar kepedihan dalam hembusan nafasku.
"Arin?" Ucap Rai, menyadarkanku ke dunia nyata.
"Ya .. Rai. Aku mengerti." Ucapku, pelan. Sebisa mungkin kusembunyikan kepedihan dalam nada suaraku. Sebisa mungkin kuhilangkan serak tertahan dalam suaraku. Sebisa mungkin, kutahan isakan tangis yang sesungguhnya berderai air mata.

Tidak lama kemudian aku dan Rai terputus dari jaringan telpon, karena azan ashar terdengar Dan kami harus segera menunaikan ibadah solat ashar kepada sang Maha Pemberi kesempatan. Tapi disini, aku tidak langsung menunaikan kewajibanku. Aku masih berdiri di balkon kamar, memandangi ponsel ditangan dengan tatapan kepedihan yang mendalam. Entah mengapa, hatiku bagai pecah menjadi bagian-bagian kecil. Rai. Kenapa ketika ia mengatakan bahwa ia menyukaiku, ia juga mengungkapkan kalimat perpisahan setelahnya. Ini sama saja seperti Rai membawaku ke atas awan, lalu mendorongku kembali ke bumi. Sakit. Jelas ini bukan karna Rai mengatakan bahwa ia tidak ingin menjalin hubungan cinta denganku, karna dari awal aku memang tidak ingin berpacaran. Satu-satunya hal yang membuatku begitu terpuruk adalah karna aku sadar, semua tidak akan sama. Tidak akan seindah saat aku mencintainya diam-diam tanpa ia ketahui, seperti sebelumnya. Tidak akan sama seperti saat aku yang selalu memperhatikannya tanpa dia sadari, seperti sebelumnya. Setelah ini, aku tahu semua akan semakin sulit. Semua tidak akan berjalan.. Seperti sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar