"Dia orangnya gimana sih, Rin? Tinggi apa pendek?" Tanya Mira. Tersirat khawatir disana.
"Dulu sih pendek. Gatau sekarang. Kata temennya, udah tinggi dia sekarang." Ucapku, tak kalah khawatir. Pasalnya, Dari tadi aku Dan Mira sama-sama belum menemukan sosok Rai di tempat ini. Selanjutnya, hanya sepi yang menghinggapi lisanku Dan Mira. Mira yang masih sibuk mencari, Dan aku? Mataku menangkap seseorang yang aku kenali. Seseorang yang lama tidak aku jumpai.
"Rai?" Gumamku. Mira menoleh ke arah pandangan mataku. Diam, tidak bicara. Entah apa yang ada di pikiran Mira Dan Rai saat ini. Rai. Kali ini aku mengucapkannya dalam hati. Wajah itu tidak banyak berubah. Hanya sedikit garis kedewasaan yang terbentuk diwajahnya. Kerutan didahinya samar-samar terlihat. Wajahnya menoleh ke kanan Dan ke kiri. Dia mencari sesuatu. Ketika sadar dia belum menemukan aku Dan Mira, aku mengangkat tangan tinggi-tinggi. Beberapa saat kemudian, Rai menangkap sinyal dariku. Dia tersenyum.
Senyumnya bahkan tidak berubah. Senyuman tanpa emosi. Ah.. Bukan! Bukan tanpa emosi, tentu ada emosi di balik senyuman datar itu. Tapi entah apa, aku tidak tahu. Senyuman itu masih merekah dia wajahnya. Dingin dan manis. Benar-benar masih sama, perpaduan yang sempurna. Seperti ice cream. Perlahan, Rai menghampiriku. Semakin dekat, Dan semakin dekat. Debar jantungku meningkat teratur seiring langkahnya yang semakin dekat.
"Hei.." Sapaku, singkat. Atmosphere diantara aku Dan Rai berubah seketika. Awkward.
"Lama nggak ketemu." Ucapnya. Keheningan menyapa. Banyak kata yang ingin aku sampaikan.
Rai.. Aku kangen..
Rai.. Kamu kemana aja?
Rai.. Apa kabar?
Rai.. Gimana sekolah kamu? Orang tua kamu? Adik-adik kamu?
Dan masih banyak lagi pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepadanya. Tak akan ada habisnya pertanyaan untukmu, Rai. Tapi seakan semua itu lenyap. Semua yang aku rasakan hanya kebahagiaan yang meluap-luap. Bahkan untuk bersorak gembira pun rasanya tak mampu. Lama kami berpandangan. Tak ada kata yang terucap. Hanya bisu yang mewakilkan rinduku untuknya. Entah bagaimana Dari sisinya.
"Woi! Nanti aja bengongnya! Sekarang mau kemana nih? Udah siang, panas pula. Gua juga nggak boleh pulang sore-sore sama umi gua." Terdengar suara Mira yang memecah keheningan, sekaligus membawaku tersadar Dari alam mimpi.
"Oiya.. Rai, ini Mira sohib gua yang tingkat kewarasannya agak diragukan. Dan Mir, ini Rai." Ucapku, cepat. Mira, seseorang yang mengenalku dengan baik, pasti menyadari ada kegugupan dalam nada bicaraku. Mira Dan Rai tidak bersalaman. Bukan mahrom!
Aku, Mira, dan Rai kini berada di bawah teduhnya pohon ditepi jalan. Menunggu angkot dengan nomor tertentu yang akan mengantar kami ke salah satu Mall besar di Bekasi. Mira meminta untuk ditemani mencari Al-Qur'an di toko buku, karena saat menanyakan aku Dan Rai ingin pergi kemana, kami berdua sama-sama tidak tahu. Lama kami menunggu. Hawa panas menjalar di sekujur tubuhku, memacu keringat untuk keluar Dari pori-pori kulit. Aku Dan Mira asik bercengkrama berdua, tanpa melibatkan Rai. Rasa gugup Dan canggung masih singgah dalam diriku. Membuatku tidak berani berkata-kata kepada Rai. Maafkan aku Rai. Andai saja kamu tau bahwa banyak kata yang tidak mampu lisan ini ucapkan. Banyak rasa yang tidak bisa diri ini ungkapkan. Hanya hati, satu-satunya saksi bisu yang turut merasakan. Juga mata, yang sesekali melirik, tanpa berani menoleh Dan memandang secara terang-terangan.
"Rin! Itu angkotnya. Ayo cepet!" Lagi-lagi Mira! Terkutuklah kau sobat, karena telah mengganggu lamunanku untuk ke sekian kalinya.
Bergegas aku, Mira, Dan Rai menaiki angkot. Aku segera menempati kursi paling pojok, didekat jendela paling belakang, Dan mengajak Mira duduk disampingku. Dan Rai? Oh sial! Dia malah duduk di depanku. Mataku membulat Samar. Kaget Dan gugup, itulah yang aku rasakan saat ini. Kenapa Rai? Kenapa kamu harus duduk di depanku. Salah tingkah aku dibuatnya. Rai memang tidak melakukan apapun. Tidak menyentuh, tidak juga menggoda. Dia hanya tersenyum Samar Dan terkadang bertemu pandang denganku. Namun, lagi-lagi itu sudah cukup membuatku bingung harus berbuat apa. Aku putuskan memandang langit Dan jalanan Dari balik kata belakang Mobil. Beberapa kali bibirku mengucap "aduh" tanpa suara setiap kali tertangkap mencuri pandang ke arah Rai. Sedangkan makhluk aneh disebelahku, Mira, sesekali tertawa dengan alasan yang belum ingin dia ungkapkan.
"Nanti dah.." Ucapnya, setiap Kali ditanya "kenapa?"
Beberapa menit kemudian, Mobil angkot yang kami tumpangi menepi di dekat Mall Metropolitan; salah satu Mall besar di Kota Bekasi saat itu. Mall ini sangat populer saat itu. Remaja maupun dewasa beramai-ramai datang ke Mall ini untuk berbagai tujuan. Dari mulai belanja bulanan, kencan, makan siang, atau bahkan sekedar melihat-lihat. Aku Dan Mira langsung berjalan menuju toko buku yang berada di lantai 4. Toko buku yang kami maksud hanya berada di Mall ini, di bekasi. Disusul oleh Rai di belakang, aku Dan Mira berjalan santai sambil sesekali mengagumi pernak-pernik yang dijual di Mall ini. Sesampainya di toko buku, aku Dan Mira menghambur ke rak buku yang dipenuhi berbagai bentuk kitab suci Al-Qur'an. Sedangkan Rai berjalan ke arah lain. Dia terlihat lebih memilih berjalan ke arah rak buku tentang Pertanian Dan buku-buku motivasi. Rai pernah bercerita kepadaku, dia Ingin melanjutkan studi ke Jepang.
"Ya.. Aku pingin aja belajar disana. Menurutku Jepang adalah Negri yang hebat. Kamu tau kan keadaan air disana gimana? Yang jelas air di Indonesia itu lebih banyak kan? Nah.. Tapi kenapa kualitas beras mereka jauh lebih bagus Dari beras kita? Disitulah aku ingin belajar Dari mereka. Aku ingin memajukan Pertanian Indonesia." Jelas Rai, ditelpon beberapa waktu lalu.
Aku terus memperhatikan Rai. Kemanapun ia pergi, apa yang ia baca, bahkan ekspresi wajahnya. Satu hal yang lama tidak aku lakukan. Setelah kami berdua lulus dari bangku SMP, aku Dan dia seakan terpisah di dua dunia yang berbeda. Tapi saat ini? Ya Allah.. Maafkan aku yang terlalu bahagia untuk sekedar melihatnya. Maafkan aku yang terlalu nyaman karna hanya sekedar berada di satu ruangan berukuran besar dengannya. Maafkan aku yang selalu terpesona melihat senyumnya. Maafkan hamba-Mu yang lemah ini Ya Rabb..
"Rin!?" Mira, untuk ke sekian kalinya ia mengejutkanku, membawaku ke dunia nyata.
"Apa sih Miiir?" Ucapku, geram.
"Lu Dari tadi diajak ngomong bengong mulu lagian." Jawabnya, tidak kalah geram. Aku menghela nafas sesaat.
"Ya.. Sorry deh mir." Ucapku, tulus.
"Lu Kalo terpesona sama Rai gausah segitunya juga Kali, Rin." Sontak, mataku membulat mendengar perkataan Mira yang satu ini. Rai. Semoga Rai tidak mendengar perkataan Mira. Atau.. Semoga Rai tidak tersedak karena dirinya dibicarakan oleh wanita tidak tahu malu dihadapanku ini.
"Apa sih, Mir?! Nggak!" Ucapku pelan, namun ada tekanan didalamnya. Mira hanya tersenyum penuh arti menanggapi perkataanku.
"Seriusan!" Ucapku. Mira kembali tersenyum licik. Aku yang melihatnya tak sanggup menahan senyum, yang kemudian menjadi tawa.
"Dasar lo!" Ucap Mira, puas.
"Yaudah ah. Mending sekarang lu nyariin gua Qur'an yang PW." Lanjut Mira, matanya kini tertuju pada rak buku yang terisi penuh Al-Qur'an.
"Mau yang model kaya gimana? Resleting? Yang kecil apa yang gede? Apa mau Qur'an hafalan?" Aku menanggapi sambil melihat-lihat berbagai bentuk Al-Qur'an di toko buku ini. Percakapan antara aku Dan Mira masih terus berlanjut. Aku Dan Mira memang mempunyai penyakit yang sejenis; selective! Ya.. Meskipun aku tau jelas, penyakit selective yang aku miliki jauh lebih akut. Dengan sabar, aku memberikan pilihan alternatif jenis Dan bentuk Al-Qur'an untuk Mira. Tidak jarang ikut memaparkan keunggulan Dan kelemahan dari setiap jenisnya.
"Rin, lu emang pantes dah jadi guide." Ucap Mira saat sudah memantabkan pilihannya. Aku hanya tersenyum kecut sambil menyipitkan mataku Dan menggeser bola mataku ke satu arah yang sama. Mira tertawa melihat kelakuanku, aku hanya ikut tersenyum manis.
Seperti tersadar akan sesuatu, aku segera menengok ke belakang. Rai?! Dia tidak lagi ditempatnya. Dia tidak ada di rak buku bagian Pertanian Dan motivasi. Seperti tidak percaya, aku berlari menghampiri tempatnya semula.
"Mir!" Ucapku, tidak bisa menyembunyikan kepanikanku.
"Kok dia ilang?!" Tanyaku lagi, masih dengan rasa panik yang mengganggu. Aku menengok ke kanan Dan ke kiri.
"Tadi dia disini, kan?" Ucapku, berusaha meyakinkan diriku sendiri. Rasa sesak mulai merayapi dadaku. Aku takut. Aku tidak mengerti kenapa, tapi aku takut. Entahlah. Kehilangan sosoknya seakan akan membuatku kehilangan hidup. Tapi ada rasa yang berbeda disebagian hatiku. Rasa yang berlawanan dengan rasa sakit yang saat ini dominan. Rasa yang membuat sebagian diriku merasa tenang; rasa percaya. Aku percaya Rai tidak akan pergi. Aku percaya Rai tidak akan meninggalkanku tanpa sebab dan pamit. Rai.. Kamu dimana?
"Eh, itu dia Rin!" Seru Mira. Aku menoleh ke arah pandangan Mira. Rai baru saja keluar dari lorong antara dua rak buku dengan ukuran besar. Mungkin itu sebabnya ia tidak terlihat tadi.l
"Kenapa Rin?" Tanya Rai. Wajahnya menyiratkan ekspresi seperti habis dituduh. Aku diam sesaat. Seakan tak percaya dengan sosok yang kini berada di depanku. Meyakinkan diriku, bahwa laki-laki ini adalah Rai, dia tidak hilang! Dia disini, di dekatku. Aku tersadar, lalu tersenyum tipis. Lega. Hanya itu perasaan yang menguasaiku. Aku menghembuskan nafas yang sejak tadi kutahan, tanpa sadar.
Aku seneng kamu disini, Rai. Plis jangan pergi lagi. Jangan pernah. Ucapku dalam hati. Tapi aku tau pasti, mataku telah meneriakkannya. Andai Rai bisa membaca arti Dari sorot mataku saat ini. Andai Rai bisa mendengar jeritan haru Dari hatiku saat ini. Sungguh, aku sangat mengharapkannya. Hal mustahil yang tidak akan pernah terjadi. Disisi lain, aku bahagia karena Rai tidak mendengar ataupun membaca isi hatiku. Biarlah, Rai. Biarlah ini menjadi rahasiaku. Biarlah aku yang merasakan semua ini.
"Nonton yuk?" Rai angkat bicara. Aku menaikkan sebelah alisku, tidak percaya dengan apa yang aku dengar.
"Gua yang traktir!" Seru Rai. TRAKTIR?
"Ayo!" Seruku, heboh. Rai. Maafkan kelakuan gadis lugu didepanmu ini, ya? Aku tidak bisa menahan diri ketika mendengar kata-kata semacam itu.
---
Daann.. Jadilah hari ini gua curhat (lagi). Semoga blog ini ada yang baca. Amiin. Hehehe 😂😂😂
Tidak ada komentar:
Posting Komentar