Selasa, 23 Februari 2016

Candy crush (bagian 2)

2016. Harusnya tahun ini Rai akan menjalankan UN. Ah.. Iyaa.. Sebelumnya, kalian harus tahu. Rai SMA di sebuah pondok pesantren yang mewajibkan santrinya untuk bersekolah selama 4 tahun. Sedangkan aku? Aku justru mempercepat masa SMA ku, hanya 2 tahun. Jadilah aku Dan Rai terpaut 2 tahun jarak kelulusan.
Rai..
Rai.. dan
Rai..

Secepatanya kututup buku kecil ditanganku, Dan menyimpannya jauh di dalam lemariku. Ditempat tergelap Dan tak tergapai. Tempat yang sebaiknya segera aku lupakan. Agar kelak buku kecil itu menghilang, dengan Harapan membawa ingatanku tentang orang yang selalu ku torehkan namanya didalamnya. Rai.

Aku melanjutkan aktivitas beres-beres Dan segera berpakaian, menghampiri salah satu kakak lelakiku yang paling benci menunggu.
"Cepet, dek!" Terdengar lagi teriakannya Dari luar rumah. "Lagian bukannya dari tadi siap-siapnya. Udah jam berapa nih? Aduuhh.. Macet deh pasti!" Dan masih banyak lagi kata-katanya yang tidak ingin aku ambil pusing. Dia memang begitu. Sosok seorang kakak yang selalu memperlihatkan kasih sayangnya dengan amarah yang meluap-luap. Kadang aku merasa tidak ingin bertemu dengannya karena sikap pemarahnya yang berlebihan, terutama urusan macet. Duh.. Dia memang paling ogah dengan hal yang satu itu. Dia adalah makhluk paling on time Dari semua keluargaku. Dan macet, adalah musuh bebuyutannya yang tak akan termaafkan baginya.

Dan disinilah aku sekarang. Didalam Mobil, diam, tak bicara. Sebenarnya aku bukanlah tipe orang yang pendiam. Hanya saja, aku agak kesulitan setiap Kali memulai pembicaraan. Tapi, ketika sudah ada sath Tema pembicaraan yang klop, aku pasti tidak bisa diam! Itulah sebabnya aku tidak memiliki banyak teman. Tapi, kalau sudah ada teman yang 'mengenal' pribadi ku, mereka pastilah orang-orang yang sangat dekat.

Aku menyandarkan tubuhku di kursi penumpang. Kakakku, mas Salim, Dan istrinya asik bercengkrama tentang berbagai Tema. Sedang aku hanya diam, memjamkan mata sambil tetap memegang ponsel ditanganku. Sesekali ponsel itu bergetar, tapi tidak aku gubris. Pasalnya, aku adalah makhluk tuhan yang sesungguhnya tidak tahan membaca saat naik Mobil. Jika dipaksakan, nantinya akan terjadi satu hal yang sangat dibenci saudara-saudaraku; mabuk darat, muntah! Mungkin itu sebabnya aku selalu sibuk memakai headset atau ngotot menyalakan mp3 maupun radio saat di mobil, untuk menghilangkan sedikit penat karena tidak bisa bermain gadget pastinya.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Melewati berbagai macam bangunan di Kota bekasi. Mulai Dari rumah-rumah, sekolah, hingga tiba saatnya kemacetan di depan beberapa Mall yang di Kota ini. Pandanganku terpaku pada gedung Mall yang tidak terlalu besar, Bekasi Cyber Park. Perlahan, seulas senyuman tipis terbentuk dibibirku. Masih nyata teringat di memori otakku, kejadian manis yang terjadi di Mall besar ini. Kejadian yang rasanya masih sulit untuk aku percaya sudah terjadi. Kejadian yang menjadi awal, sekaligus akhir segalanya. Dan segalanya, bagiku, bukanlah hal yang sedikit. Beberapa detik setelahnya, wajahku benar-benar belum menoleh Dari jendela, perlahan mataku terpejam. Fikiranku melayang, bersamaan dengan separuh ruh dalam tubuhku. Gerbang melayang ke waktubyang sudah berlalu. Meskipun bukan kenyataan, meskipun sekedar mimpi, senyum itu masih mengembang. Perasaan itu masih sama. Debaran yang belum berkurang. Sama, seperti beberapa waktu lalu. Ketika jantungku berpacu begitu cepat karena kegembiraan. Ketika nafasku tercekat karena ketidakpercayaan. Ketika mata itu, akhirnya kembali bertemu denganku. Beberapa waktu lalu.

***

Seriusan Mir?!!

Sent.

Masih tidak terpacaya, aku kembali membaca pesan singkat yang dikirim oleh sahabatku, Mira. Nama lengkapnya MIRANI. guru-guru di SMA sering terpeleset mengucapkan namaku, Marina, dengan nama Mirani. Padahal berkali-kali kami jelaskan, cukup panggil aku Arin Dan dia Mira. Tapi bukan guru namanya bila lebih menurut perkataan muridnya.

Seriusan gua Rin. Ngapain juga sih gua boong. Nih.. Malahan dia SMS lagi, katanya udh OTW!

Aku terbelalak kaget. Ini seperti mimpi di siang bolong! Tidak! Bukan siang bolong! Karena tadi aku melihat jarum jam masih menunjukkan pukul 7 pagi. Aku membaca kembali pesan-pesan Mira sebelumnya. Sama sekali belum percaya.

Rin, katanya Rai mau dateng!

Ya ke Bekasi laahh.. Tapi dia gatau jalan. Makanya minta di Jemputin di stasiun Bekasi.

Dan beberapa pesan lain yang isinya meyakinkanku bahwa Mira tidak bohong. Sekali lagi, aku masih tidak percaya. Tapi aku memutuskan melangkahkan kakiku ke kamar mandi, melaksanakan kegiatan terlarang bagiku untuk dikerjakan dihari Minggu; MANDI. Aku Mandi dengan sangat khusuk. Berkali-kali aku gosok semua permukaan kulitku, sampai yakin tidak ada sisa sabun yang membekas. Berkali-kali aku hirup aroma tubuhku, sampai yakin sudah tidak ada bau bantal alias iler. Tapi kerusuhanku belum selesai. Aku berlari ke kamar Dan buru-buru memakai lotion ke seluruh tubuh, memakai kaos pendek dan.. Tibalah saatnya! Saat paling rumpi yang akan aku lakukan. Pintu lemari sudah terbuka, manampilkan beberapa tumpuk baju, celana Dan rok yang tidak banyak. Sedang baju-baju yang tergantung hanyalah baju-baju seragam sekolah Dan dress yang akan aku kenakan saat acara-acara resmi saja. Kondangan, misalnya. Disinilah aku. Menghadapi keadaan dimana aku harus berhasil mix and match baju-baju sederhana yang aku miliki, menjadi sesuatu yang Cantik Dan memesona. Berkali-kali aku mengambil baju dengan bawahan yang kemudian aku cocokkan dengan tubuhku didepan cermin. Tapi tidak ada yang membuatku merasa sreg. Sampai akhirnya aku menemukan kaos cokelat tua yang terlihat manis. Aha! Aku langsung mengingat bahwa kakakku punya rok batik lucu berwarna biru dengan corak cokelat. Pasti cocok! Pikirku. Segera, setelahnya aku berlari ke arah pintu kamar kakak perempuanku Dan mengambil rok batik biru barunya yang ada dilemari, seenak idung, kemudian mengenakannya. Aku mematut diriku didepan kaca kamarku, sesaat, kemudia n tersenyum puas.

Setelah menghambur-hamburkan bedak bayi milik keponakanku Dan menepuk-nepuk bedak yang tersisa di tanganku ke wajahku, aku berniat menghubungi Mira sebentar untuk menanyakan perihal tempat pertemuan mereka. Aku dan Mira memang sepakat akan menjemput Rai berdua, karena nyaliku terlalu ciut kalau diminta menjemput Rai sendirian. Lagi pula, aku tidak tau harus naik apa untuk sampai di stasiun Bekasi. Baru saja ingin melihat ponselku, tiba-tiba mataku terbelalak kaget. Ponselku tidak ada di meja! Lalu dimana?! Mataku jelalatan melihat seisi kamar yang ternyata, bisa dikatakan, seperti kapal pecah. Baju berserakan dimana-mana. Bedak bertaburan dilantai, handuk di tempat tidur, belum lagi selimut, sprei dan bantal-guling yang belum sempat aku rapikan. Mataku semakin membuat, ditambah dengan bibirku yang ikut-ikut membentuk huruf O.
"NO!" Desisku.
"Plis jangan bilang gua harus rapihin kamar dulu baru HP gua ketemu!?" Ucapku, sambil menari rambutku, frustasi. Tapi percuma, tidak ada gunanaya. Sekarang bukan waktunya mengeluh! Perlahan, sedikit demi sedikit aku angkat baju-baju yang berantakan Dan memasukkannya ke dalam lemariku. Selanjutnya, handuk basah diatas kasurku segera aku jemur. Barulah setelahnya aku bereskan tempat tidurku. Tepat saat mengangkat bantal terakhir, ponsel kecil dengan layar sentuh ukuran 3,2 inchi itu ditemukan! Fyuuh..
"Nggak lagi-lagi deh gua silent hp pas lagi dirumah gini." Ucapku, datar, sambil membuka pesan-pesan Dari Mira. Dia sudah mencariku. Keliatannya sudah tidak sabar. Apakah Rai sudah datang? Oh tidak!

Mir, ini gua baru OTW. Kenapa? Rai udh nyampe? Bilang tunggu gituu!!

Sent.

Aku tidak berbong ketika mengatakan aku sudah on the way. Karena kenyataannya, aku mengetikkan sms itu sambil berjalan menyampar jilbab bergi di atas kursi dan sepatu sneakers berwarna putih-cokelat di rak sepatu. Keduanya aku kenakan berbarengan sambil berjalan. Mungkin ini yang disebut sebagai "The Power of Buru-buru."

Aku berjalan secepat yang aku bisa sebelum akhirnya aku masuk ke dalam angkot. Gerah bukan main! Jarak Dari rumah ke pangkalan angkot memang tidak terlalu jauh, tapi jika ditambah dengan matahari yang panas, ya.. cukup membuatku sangat berkeringat dan tidak nyaman karena ketiak basah. Ewh. Baik, lupakan soal keringat, dan coba cek keadaan Mira. Sejak SMS terakhir sebelum aku berangkat tadi, aku belum juga melihat ponselku yang belum juga aku ganti Dari mode silent. Aku tekan tomboh kecil diatas ponsel, membuat ponselku menyala, menampilkan pemberitahuan tentang sebuah SMS yang belum dibaca. Dari Mira.

Kagak. Belom. Lo udh dmna? Klo udh deket bilang ya.. Biar lu gausah ke rmh gua. Ketemuan aja d jalan raya dkt rmh gua

Jeng.. Jeng!! Surprise! Aku sudah berjalan terburu-buru Dan ternyata Rai belum sampai. Sempurna!

-_-

Aku mengetikkan sebuah emot yang mewakili emosiku saat ini. Tapi saat hendak menekan tomboh send, aku urungkan niatku. Boros pulsa! Ucapku dalam hati.

***

Setelah perjalanan panjang nan mendebarkan dengan menggunakan angkot, akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Jalan raya dekat rumah Mira. Aku sudah mengirimkan SMS kepadanya, sesaat sebelum angkot sampai ditempat tujuan. Jadi, saat ini aku sudah disuguhi muka Mira yang terlihat agak malas menemaniku menemui Rai.
"Yuk, Mir! Kita naik angkot apa nih?" seruku, dengan antusiasme tingkat melebihi dewa.
"Nyebrang dulu Kali ah!" Ucap Mira, sewot. Aku tertawa kecil melihatnya. Dengan logat betawinya yang kental, Mira emang ga pernah berhasil "marah" kepada siapapun. Karena siapapun yang dimarahi Mira, justru akan tertawa saat mendengar logatnya.
"Yaelah Mir.. Sewot amat." Ucapku, meledek tidak tahu diri.
"Rin! Gila lo mau mati apa ya?" Tiba-tiba Mira menarikku dengan sigap. Inilah salah satu kebiasaan burukku; tidak pandai menyebrang jalan, tetapi jika ada teman yang suka rela menuntun, malah bercanda Dan tidak memperhatikan jalan sama sekali. Tadi hampir saja aku terserempet angkot yang tidak mau mengalah. Malah mengucap sumpah serapah, saat gagal menabrakku.
"Supir angkot jaman sekarang emang udah nggak ada yang waras! Orang pengen nyebrang bukannya ngerem, malah tancep gas. Segala ngata-ngatain pula!" Aku ngedumel, kesal, dengan nada sepelan mungkin. Tapi emang orang lagi sensi Kali ya? Telinga Mira masih saja mendengarku dan membalikkan omonganku.
"Elu yang kagak waras. Orang nyebrang bukannya ati-ati malah becandaan! Bocah mablang emang." Sontak, aku tertawa saat mendengar Mira mengucapkan kata mablang yang entah apa artinya. Rindu rasanya mendengar kata itu.

Mira yang sebenarnya sudah pindah sekolah sejak hampir satu bulan lalu, membuatku merindukan sebagian besar Dari dirinya. Mira, yang merupakan anak Dari salah satu pengurus Tata Usaha dinsekolahku, membuat aku, Mira, Uti, Dan juga Asih, teman-temanku yang kurang waras, sering bermain didalam ruang TU. Melakukan aksi gila yang tidak semestinya dilakukan murid SMA kelas 1, junior! Kadang kami menggoda Pak Zainal, ayah Mira, dengan menanyakan kenapa SPP tidak kunjung turun, atau meminta untuk mencicil SPP dengan ancaman akan menculik Mira. Tapi sungguh, itu hanya sebuah candaan. Pak Zainal yang tidak kalah lucu dengan anaknya, Mira, selalu menanggapi candaan kami dengan kata-katanya Segar yang menghibur. Uti yang sering mengajak kami bermain ke ruang TU untuk mendinginkan suhu tubuh dan berceloteh akan membawa AC TU ke ruang kelas agar kelas kami tidak panas Dan kami tidak perlu repot-repot ke sini untuk sekedar ngadem. Dengan kelakuan-kelakuan kami yang ajaib, seketika membuat Mira menciptakan kosa kata pencelaan terbaru, yaitu mablang. Entah apa artinya, tidak ada yang tahu, bahkan sampai detik ini.

"Kiri bang!" Seru Mira. Melamun tentang masa-masa bersama Mira, membuatku tidak sadar kalau sekarang sudah aku Dan Mira sudah sampai d stasiun Bekasi. Mataku langsung jelalatan mencari sosok laki-laki yang sudah lama tidak aku temui. Rai.
"Rai mana, Mir? Dia udah sampe apa belom sih?" Mataku, masih sambil mencari.
"Bentar, gua SMS dulu." Mira segera mengambil ponselnya Dan mengetikkan sebuah pesan singkat kepada Rai.
"Kenapa ga lo aja sih yang SMS? Pan udah gua kasih nomornya." Gerutu Mira, masih sambil sibuk mengadu jemarinya dengan tombol qwerty di ponselnya.
"Nggak deh.. Gua.. Masih belom berani." Ucapku, asal. Bukan itu alasannya! Aku tahu dan sadar betul dengan hal itu. Tapi jujur, akupun tidak tahu apa alesan yang sesungguhnya membebaniku, yang membuatku enggan untuk sekedar mengirimkan pesan singkat untuk Rai. Mataku sudah berkeliling, melihat-lihat sekeliling stasiun, mencari sosok lelaki bernama Rai. Tapi bayangannya pun tak terlihat. Sampai pandanganku kembali tertuju pada Mira. Gadis dengan tubuh berisi dengan tinggi yang melebihi tinggi badanku itu, masih asik mengadu kecepatan jarinya dengan keyboard qwerty di ponselnya. Sesekali senyumnya mengembang, matanya terpaku pada satu benda; layar ponselnya.
"Lo smsan sama siapa sih? Kok senyum-senyum gitu?" Ucapku, sambil berusaha melihat layar ponsel Mira.
"Kepo!" Sahutnya, singkat. Cepat cepat ia angkat tangannya yang menggenggam ponsel udara. Sialan. Aku meruncingkan bibirku. Tapi memang dasar anak kurang ajar nan sombong. Temannya yang sedaru tadi menjinjit Dan sesekali melompat untuk melihat layar ponselnya, malah dibiarkan begitu saja. Lelah, aku akhirnya menyerah. Memilih menggunakan kata-kata tajam daripada beradu fisik yang jelas aku kalah telak.
"Liat aja! Kalo gua udah tinggi, lu bakal nyesel!" Ucapku, sekenanya. Membuat Mira tertawa terbahak-bahak. Menyisakan rasa malu dihadapanku, karena punya teman yang rada-rada gesrek.
"Iyadahh.. Nanti kita liat aja kapan omongan lu itu terwujud!" Ucapnya, disela tawanya yang alay. Aku memalingkan muka. Malu, bercampur kesal. Ya.. Aku akui aku memang memiliki postur tubuh yang lebih pendek Dari sebagian besar remaja seusiaku. Terus kenapa? Toh mereka tidak akan terlihat tinggi bila tidak ada makhluk pendek nan imut sejenis diriku, bukan? Well.. Setidaknya itu satu-satunya kalimat yang bisa menghiburku disaat-saat seperti ini.
"Eh.. Eh.. Rin!" Tiba-tiba derai tawa Mira yang alay Dan berlebihan, hilang seketika! Lenyap tak tersisa! Terganti oleh ekspresi serius yang tulus. Membuat aku penasaran Dan melupakan tindak kriminal yang baru saja dilakukan Mira.
"Kenapa Mir?" Ucapku. Kaget, penasaran, khawatir, semua bercampur. Mira menurunkan tangannya Dan memperlihatkan layar ponselnya. Disana tertulis nama Rai sebagai pengirim, Dan sebaris kalimat dibawahnya yang membuat jantungku kembali berpacu. Isi pesan Rai, membuat aku Dan Mira refleks mengangkat kepala kapi Dan menyapu pemandangan stasiun Bekasi secara cepat Dan intens.

Gua udah sampe.

---

Well.. Sebenernya ini cuma bagian Dari Candy Crush bagian 1 yang gua penggal. Hehehe.. Sorry 😂😅

Tidak ada komentar:

Posting Komentar